“Yup! Selesai! Ini sudah sempurna sekali untuk sekotak sushi.
Bahkan, restoran-restoran jepang yang mahal pun pasti akan membutuhkan waktu
yang amat lama untuk belajar membuat sushi seperti yang ada ditanganku
sekarang.”
Jessie
tersenyum-senyum pada dirinya sendiri. Memandangi sekotak makan sushi
ditangannya. Tepatnya, sushi yang ia buat sendiri sejak pagi buta tadi. Jessie
memasukan kotak makan ungunya itu kedalam tasnya.
“Jessie? Kamu belum berangkat? Ini sudah hampir jam setengah delapan, bagaimana
jika kamu telat?” Kelakar seorang wanita paruh baya yang muncul dihadapannya.
“Ibu serius?” Jessie melirik arlojinya. “Astaga! Sepuluh menit lagi masuk, aku
bisa terlambat!” lanjut Jessie, mimik wajahnya mulai terlihat cemas. Ia
langsung berlari dan memakai sepatunya kilat.
“Aku berangkat buu!” Ucap Jessie kemudian pergi setelah mengecup pipi
Ibundanya.
***
“Pak pleassse! Telatnyakan hanya lima menit. Ayolah pakkk!” Mohon Jessie
memelas pada satpam sekolahnya. Yups, pintu gerbang sudah ditutup sejak lima
menit sebelum Jessie sampai di sekolahnya.
“Tidak bisa. Pulang saja kamu.”
“Yaampun apa pak joko setega itu sama Jessie? Membiarkan Jessie ga ngikutin jam
pelajaran hari ini hingga jessie ketinggalan banyak materi? Jessie tau pak joko
ga sejahat ini, pak joko baik. Jessie tau banget pak joko.” Jessie berceloteh
dengan nada memelas disertai puppyface-nya. Pak Joko—Satpam sekolah, nampak
terdiam.
Sepertinya jurus andalan Jessie berhasil.
“Yaudahdeh, kayaknya aku ga bisa dapet pelajaran hari ini.
Jessie bolos aja deh..” Ucap Jessie lesu. Ia memutar sepedanya membelakangi
sekolah beserta Pak Joko yang masih bimbang—berperang pikiran dan perasaan.
Jessie mulai
berjalan pelan menuntun sepedanya menjauhi gerbang sekolah. Ekor matanya
mencoba melirik kearah Pak Joko. Ayolah! Ayolah
berhasil! Bagaimana nasib sushi ka Justin yang sempurna ini—Teriak Jessie
dalam hati.
Pada akhirnya,
mata Jessie berbinar ketika mendengar suara gesekan roda pintu gerbang
dibelakangnya. Yess—Sahut hatinya girang. Jessie menoleh kebelakangnya.
“Masuklah, jika lain kali kau terlambat lagi..jangan pernah berikan wajah itu
dan suara memohon itu padaku.” Ucap Pak Joko lesu.
“Siap bos! Thank you so much, Pak Joko yang baik hati dan
rupawan!” jessie menuntun sepedanya melewati gerbang sekolah.
“Ya ya ya, sudah sana masuk ke kelasmu.” Jawab Pak Joko tanpa
ekspresi. Jessie terkekeh geli dan langsung berjalan cepat memasuki kelasnya
setelah memarkirkan sepedanya.
***
“Good luck, Jessie! Justin menunggumu!” Teriak Febby—sahabat Jessie
pada gadis yang tengah berjalan sambil mengatur nafasnya se-relax mungkin
mendekati sebuah kelas.
Optimis! Optimis! Optimis!!—Batin
Jessie berkobar. Ia tersenyum lebar—menampakkan kedua lesung pipinya, amat
manis.
Tidak lama
kemudian seseorang yang ia nanti-nantikan kini sudah keluar dari kelas
tersebut. Senyum diwajah Jessie makin lebar. Entah mengapa, degup jantung yang
sudah ia atur semaksimal mungkin sebelum pria itu keluar sekarang hancur.
Aliran darahnya berdesir hebat. Ia menarik nafas dalam-dalam, kemudian
menghempasnya.
“Ka Justinnn!” Panggil Jessie cempreng. Justin yang baru saja hendak mulai
membaca kata-kata pada buku ditangannya menoleh kearah utara, pria itu menghela
nafas pelan. Ia menutup buku ditangannya seraya menegakkan badannya yang sempat
bersandar pada dinding kelas.
“Kaa, terima sushiku ini yaa?”
"Kau lagi kau lagi. Kau seharusnya tak usah berbuat hal
seperti ini padaku, tidak penting dan takkan pernah ku terima." Balas
Justin tak acuh. Ke-dua mata Jessie yang tadinya berbinar kini agak melemas
mendengar jawaban Pria idamannya atas Sushi special buatannya saat akan
berangkat sekolah tadi pagi. Tapi, ternyata pria ini tak mau menerima hasil
jasanya yang merelakan untuk mencoba bangun lebih awal—Hanya untuk menyiapkan itu semua.
“Kakak ga suka sushi ya? Sushi sehat lho! Banyak vitaminnya juga, seperti
vitamin B12, vitamin B2, dan sushi itu juga mengandung protein yang tinggi loh
kak! Makanya, kakak rugi kalau menolak pemberianku ini.”Celoteh Jessie
menjelaskan dengan baik dan tepatnya. Alis pria ini terangkat satu mendengar
ocehan Jessie. “Tidak mau, aku tidak suka Sushi.”Tolak Pria itu lagi.
Tangan Jessie mencekal pergelangan tangan Pria itu saat ia akan memasuki kelasnya.
Hari ini, Aku harus bisa memberikan Sushi ini padanya. Batin Jessie keukeuh. “Ini, di jamin sushi
buatanku beda dari yang lain. Kan, ini special buat Kak Justin.” Ucap Jessie
centil. Ia menarik tangan pria itu—Justin. Kemudian meletakkan kotak makan berisi Sushi itu di atas telapak
tangan Justin. Seketika itu juga, Jessie langsung berlari meninggalkan Justin
tanpa menunggu ucapan apapun darinya.
“He..Hey!”Pekik Justin teredam karena Jessie sudah berlalu dari penglihatannya.
Untuk ke-sekian kalinya ia mendengus melihat tingkah Gadis ini. Ia
memperhatikan kotak makan yang Jessie berikan—Sekaligus yang selalu di tolaknya setiap pagi. Tiba-tiba tersungging
senyum kecil di sudut bibirnya. Justin membawa kotak makan itu ikut masuk ke
dalam kelasnya.
“Dia menerimanya?Wah, kau memang pantang menyerah Jess! Aku salut
padamu.”Tanggap Febby di sertai tepukan tangan kecil untuk Jessie –Febby adalah
teman sekelas Jessie + Teman sebangku Jessie. Jessie tersenyum bangga. “Tapi,
apa kamu yakin dia akan memakan Sushi mu? Atau nanti Justin justru membuangnya?
Dia kan ga suka Sushi.”Sambung Febby tiba-tiba. Senyum Jessie pudar, berganti
menjadi mimic bingungnya. Benar juga apa yang Febby katakan—Pikir Jessie.
***
“Iya,ya?Haduh, sayang sekali Sushi yang sudah ku buat dan ku rancang se-Indah
mungkin…..Nantinya akan berakhir di tempat sampah.” Ucap Jessie lesu. Ia
meletakkan kepalanya diatas meja dengan wajah pasrah-nya. Febby mengelus punggung
Jessie lembut.
“Tapi, bisa saja Justin memakan sushi itu. Karena dia tau, itu special…Amat
special darimu, Jess!” Febby tersenyum menyemangati. Saat itu pula Jessie
menegakkan badannya—Ikut tersenyum mendengar ucapan
sahabat satunya ini. “Ke kantin yuk! Kali aja ketemu Ka Justin.”Seru Febby
bangkit dari duduknya. Tanpa pikir panjang Jessie ikut bangkit dengan wajah
senang.
Jessie dan Febby
memesan makan dan minuman di kantin. “Sini,Sini! Disini aja, jadi kan aku bisa
mandangin Justin yang ada di meja depan kita!”Bisik Jessie seraya menarik-narik
seragam Febby tak sabaran. Sambil mendengus pelan mereka pun duduk di kursi
yang berada di belakang tempat Justin dan teman-temannya dengan meletakkan
makanan mereka di atas meja. Tak hentinya Jessie mencuri pandang pada Justin
yang sedang bergurau bersama teman-temannya itu. Hingga, manik Justin akhirnya
bertemu dengan mata Hazel Jessie yang sedari tadi memperhatikannya sendu.
Sontak Jessie
langsung gugup saat menerima balasan tatapan Justin—Walau sesungguhnya ia senang. Jessie jadi tidak bisa
diam, sampai tanpa sengaja ia menumpahkan gelas minumannya. “Ya ampun, Jessie!
Kamu liat-liat dong, itu kan ada minuman di sebelahmu.” Febby menggelengkan
kepalanya pelan.
“A-e aku ga sengaja, Feb. “Ucapnya kemudian menyapu air minumannya yang tumpah
dengan tissue yang tersedia di atas meja makan. Ternyata dibalik akibat
kecerobohan Jessie tadi—Justin memperhatikan tingkah
Jessie sejak accident kecil tadi. Ia tertawa kecil dalam hatinya, bahkan
terlihat pada sunggingan senyum manis di bibirnya.
Saat bel pulang
sekolah berdering, Jessie adalah siswi pertama yang beranjak dari kelas. Ia
berjalan cepat mendekati sebuah kelas yang hampir setiap hari ia kunjungi, hanya
untuk satu tujuan—Bertemu Pria itu. Jessie
menyandarkan badannya pada dinding sisi kanan pintu kelas 12-A—Kelas Justin. Sesekali ia memainkan kuku jemarinya
juga melirik ke dalam kelas dari kaca jendela. Di saat itu pula, Justin
melihatnya sesaat kemudian kembali fokus pada kegiatan belajarnya yang hampir usai.
Tak lama kelas 12-A bubar. Dengan semangat tinggi Jessie
menantikan pria itu di penglihatannya. “Kakak!”Seru Jessie saat melihat pria
tampan berambut cokelat keemasan mencuat dari balik pintu. Jessie menjulurkan
telapaknya. Justin terlihat bingung, namun dalam pikirannya ia sudah tahu
maksud Jessie.
“Apa?”
“Kotak makanku. Masa kakak lupa?Tadi kan aku
kasih kakak.” Jessie masih mengadahkan tangannya —Menunggu Justin memberikan benda yang ia maksud.
“Sudah ku buang”Balas Justin santai namun cukup
membuat ke-dua mata Jessie terbelalak.
“Kakak!!Kenapa kakak buang?Aku kan udah buat cape-cape! Kakak ga
hargain aku banget sih! Nyebelin!”Gerutu Jessie marah dan langsung beranjak
pergi. Sepertinya ia marah sekali. Justin masih terdiam di tempatnya beberapa
saat dengan ke-dua mata memandang punggung Jessie yang semakin lama makin
menjauh hingga menghilang dari pandangannya.
Semenjak kejadian saat itu. Sikap Jessie menjadi berubah pada Justin beberapa
hari ini. Ia tidak se-riang itu saat bertemu Justin. Bahkan yang tadinya suka
menyapa Justin jika bertemu—Sekarang hanya untuk tersenyum pun Jessie tak mau.
Jessie dan
Febby berjalan bersama sesekali bercanda. “Tunggu sebentar. Aku mau benerin
tali sepatu dulu.”Ujar Jessie. Febby pun berjalan lebih dulu, karena ia sadar
dimana ia berada—Di tengah lapangan. Saat Jessie berdiri tegap, tiba-tiba
sebuah bola basket meluncur tepat membentur kepalanya. Seketika Jessie terjatuh
pingsan.
“Jessie!”Pekik Justin saat melihat gadis yang
terjatuh di lapangan beberapa detik lalu.
Tanpa
berpikir lagi ia menghampiri Jessie yang tak sadarkan diri, membawanya ke Ruang
Kesehatan Sekolah. Justin membaringkan Jessie di atas sebuah kasur. Ia
mengambil minyak angin—Mendekatkannya pada hidung Jessie. Ia belum juga
terbangun. Akhirnya Justin memutuskan untuk menunggunya hingga tersadar dengan
merelakan jam main basketnya.
Saat ini Justin dapat memandangi Jessie
dengan leluasa. Saat itulah ia tersadar satu hal—Jessie adalah gadis yang
manis. Perlahan jemari Justin mengelus pipi putih nan mulus Jessie. Justin
selalu senyum-senyum memandang setiap lekuk wajah Jessie. Hingga ibu jarinya
menyentuh bibir mungil merah merona Jessie. Entah dorongan apa Justin
mendekatkan wajahnya ke wajah Jessie. Tak menunggu lama bibir Justin sudah
menempel pada bibir mungil Jessie.
“Aw..aw” Ringis Jessie tiba-tiba. Sontak,
Justin membenarkan posisi duduknya seperti semula. Jessie belum sepenuhnya
sadar, matanya belum terbuka penuh. “Aku kenapa? Aku dimana? Aw.” Jessie
mencoba melihat ke sekelilingnya lebih jelas. Nampak wajah Justin yang sedang
tersenyum padanya. “Ngh, Aku sedang mimpi ya?” Ucap Jessie ngawur memandangi
Justin. Ia tertawa kecil melihat gadis ini. Seperdetik kemudian mimic Jessie
berubah.
“Kok kakak ada deket aku? Kakak ngapain sama
aku? Kakak ga ngapa-ngapain akukan?Atau jangan-jangan…”Jessie melirik kebawah
kemudian menghela nafas panjang saat mengetahui pakaiannya masih melekat di
tubuhnya.
“Masih banyak wanita yang badannya lebih berbentuk, tidak rata sepertimu.”
Ketus Justin. Jessy mencibir mendengar ucapan Pria itu. “Kok aku bisa ada
sama kakak?”Tanya Jessie heran.
“Tadi kau pingsan” Jawab Justin singkat. Jessie Cuma mengangguk-anggukan
kepalanya. Ia merubah posisinya menjadi duduk di kasur tempatnya sekarang itu.
Suasana menjadi hening seketika. Justin tak hentinya memandangi wajah
Jessie—membuatnya gugup. Pipinya pun sudah merah merona karena malu. “Kau
ternyata cantik ya” Lirih Justin tanpa sadar. Kontan Jessie menoleh ke arah
Justin.
“Apa? Tadi kakak bilang apa?” Tanya Jessie penasaran. Walau samar-samar ia agak
mendengar, namun ia ingin mendengar lebih jelas. “Kau cantik” Ulang Justin
dengan kata yang berbeda. Lagi-lagi Jessie hanya menunduk tersipu malu.
“Jess?” Panggil Justin meraih dagu Jessie –Menatapnya lekat. Lama-kelamaan
wajah Justin makin mendekat. Secara otomatis, aliran darah gadis itu berdesir
hebat. Jessie tak tau harus melakukan apa saat ini. Hingga Jessie makin tak
bisa berkutik saat Justin memegang kedua pipi Jessie dengan tangannya dan
semakin mendekatkan wajahnya.
***
“Masuk! Kau mau kotak makanmu balik tidak?”
Seru Justin membukakan pintu mobilnya untuk Jessie. Nampak keraguan di wajah
Jessie, karena saat itu Justin mengatakan bahwa ia telah membuang Kotak
makannya ke tempat sampah. Tapi pada akhirnya ia pun memasuki mobil BMW Toledo
Z4 Convertible milik Justin disusul Justin yang duduk di kursi kemudi. Mobil
ini melaju cepat menelusuri kota Atlanta yang Nampak sejuk di senja hari.
Beberapa menit
kemudian Justin menghentikan mobilnya disisi taman yang di kunjungi beberapa
orang diantaranya anak kecil dan sepasang kekasih. Justin mengambil sesuatu
dalam mobilnya kemudian menarik tangan Jessie memasuki area taman itu. Justin
menghentikan langkahnya di depan sebuah danau. Mereka duduk di hadapan danau
berhiasi bunga-bunga teratai.
“Jadi, mana kotak makanku?Kenapa kakak ga balikin?Mama aku nanyain tau!”Gerutu
Jessie saat melihat Justin memegang kotak makannya. “Nih!”Justin menyodorkan
kotak makan berwarna ungu itu pada Jessie. Terasa aneh ketika Jessie menerima
kotak makannya itu—Berat. Tanpa pikir panjang ia menge-cek apa yang ada di
dalamnya.
Jessie
langsung terperangah melihat apa yang ada di dalamnya. Kumpulan sushi berbentuk
cinta dengan hiasan tiga macam warna. Jessie terkagum-kagum melihat isi kotak
makannya. “Indah sekali, Cantik.” Puji Jessie menyentuh sushi-sushi itu dengan
telunjuknya.
“Aku mencoba membuat itu selama beberapa hari,
dan pada akhirnya…Justin Bieber bisa membuat Sushi Spesialnya Untuk Si Nona
Sushi.”Ucap Justin tersenyum. Jessie menutup kotak makannya.
“Makasih Kak”
“Itu ga gratis lho! Kau harus membayarnya.” Justin tersenyum sinis. Ke-dua alis
Jessie menyatu. Bayar? Batin Jessie bertanya-tanya. “Bayar berapa?” Tanya
Jessie polos.
“Bukan membayar dengan uang. Tidak sulit, hanya jika kau mau menjadi pacarku
dan membawakanku sekotak sushi untukku saat kita kencan. Karena, aku suka Sushi
buatanmu.”Jawab Justin dengan senyum manisnya tanpa melihat ke arah Jessie yang
kini tercengang mendengar ucapan Justin.
Lelaki yang ia
idam-idamkan selama ini, Memintanya untuk menjadi kekasihnya? Seperti mimpi,
Seorang Justin Bieber yang merupakan Kapten basket inginkan Jessie Velly Lauren
yang mempunyai sifat dan sikap bawel, tulalit, polos menjadi kekasihnya? Bahkan
Jessie pun tak percaya dengan surprise Amazing yang menghampirinya kini.
“Hey? Nona Sushi? Kau mau tidak?”
“A-a…Iya.”Jawab Jessie tersipu. Justin tak bicara apapun. Di raihnya kotak
makan Jessie—Membukanya. Justin memegang kedua sumpit kemudian memakan Sushi
itu lahap. “Eh Eh? Itu kan Sushi untukku! Kenapa kau makan! Kembalikan!”Seru Jessie
mencoba merebut Kotak makannya, namun tidak mudah karena Justin memunggungi
Jessie dengan satu tangan menghalanginya untuk bisa merebut kotak makannya itu.
“Hahaha...Baik. Baik. Kita habiskan ini bersama!”Ucap Justin di selingi tawa
kecil, ia berbalik badan. Jessie mengembungkan pipinya dengan bibir yang
mengerucut. Melihat itu tawa Justin makin meledak. “Ahh, dasar anak kecil. Gitu
aja ngambek!”Ledek Justin.
“Aish, Aku bukan anak kecil! Aku ini sudah 15 tahun tauuu!!”
THE END...