Chaca berjalan dengan beberapa buku di
pelukannya melewati koridor sekolah. Wajah manisnya masih tampak cerah
mengawali pagi indah ini. Suasana SMAN 1 Manado masih nampak sepi. Mungkin
karena waktu masih menunjukan pukul enam pagi.
Gadis yang baru saja beranjak 16
tanggal 8 Agustus lalu memasuki kelasnya. Kosong. Tanpa ragu ia meletakkan
tumpukan buku di tangannya keatas meja juga melepas tasnya. Chaca agak
merenggangkan kedua tangannya, pegal. Sambil menunggu siswa-siswi lain datang,
terutama sahabatnya -Anita- Chaca mengeluarkan buku biologi dan membacanya.
Pukul setengah tujuh beberapa siswa
sudah mulai berkumpul di dalam kelas. Pandangan Chaca tiba-tiba saja tertegun
pada seseorang. Seseorang yang sangat ia sukai sejak duduk di kelas 1. Ryan.
Tepatnya Furyansyah Pratama. Cowok yang sangat di sukai oleh Chaca dan Cowok
yang bergelar sebagai ketua basket di tim basket sekolah ini. Tak heran tak
hanya Chaca yang mengaguminya.
Pandangan mereka sempat bertemu untuk
beberapa detik sebelum setelah Ryan mengalihkan pandangannya pada
teman-temannya. Dalam hati Chaca sungguh bersyukur saat beberapa bulan lalu tau
bahwa ia sekelas dengan Ryan. Namun Chaca tidak terlalu berharap, ia sadar
siapa dirinya. Hanya wanita yang feminim dan eksis di sekolah yang bisa jadi
kekasih dari seorang ketua basket. Sedangkan Chaca? Ia justru hanya gadis cantk
yang kurang bergaul dilingkungan sekolahnya l.
"Woy! Liatin siapa lo?" Sambar Anita yang tiba-tiba langsung duduk
di samping Chaca. Ia menggeleng tersenyum. "Aa, gue tau. Si ketua basket
itu kan?" Tebak Anita seperti bisa membaca pikiran Chaca. Kontan Chaca
berdesis meminta Anita untuk mengecilkan volume suaranya.
Bel masuk berbunyi. Jam
pertama pelajaran Sejarah dan di lanjut pelajaran Olah Raga. Chaca termasuk
siswi yang tidak suka pelajaran ini. Pernah beberapa kali asma Chaca kambuh
saat sedang berlari mengitari lapangan. Oleh karena itu Pak Dedi (guru olah
raga) memberi kemudahan jika ada olah raga berat yang akan di lakukan pada
Chaca.
"Sekarang kita pengambilan nilai mendribble dan menggiring bola
basket" Ujar Pak Dedi yang berdiri di hadapan para murid 12-8.
Satu-persatu nama murid di panggil. Ryan
dan teman se-Gengnya sudah maju di awal tadi. Sekarang giliran siswi yang
pengambilan Nilai. Para siswa yang telah mengambil nilai hanya duduk menonton.
"Acha Dellin Aurora" Seru Pak Dedi. Kontan Chaca bangkit dan
berjalan menghampiri Pak Dedi yang berdiri di dekat ring basket. Pak Dedi
memberikan bola basket pada Chaca.
Dari sisi lain. Ternyata Ryan
memperhatikan Chaca yang sedang mendribble bola seraya menggiringnya. Ryan
menoleh ke belakang saat merasakan bahunya di sentuh seseorang.
"Heh,lo tau?tuh cewek kan naksir bro ama lo." Ujar Dido, teman Ryan.
Ia agak kaget mendengar ucapan temannya itu.
"Masa sih?Tapi kayaknya dia biasa aja deh ke gue, ga kayak cewek-cewek
lain." Ucap Ryan. Terpancar mimik penasaran di wajah tampannya.
"Nih ye, waktu itu gua lagi di kafe dan liat dia sama si anita. Nah si
Chaca itu bilang kalau dia suka ama lo." Jelas Dido. Ryan
terdiam."Ah,tapi ga mungkinlah ya lo suka ama tipe cewek kayak Chaca?jauh
banget bro ama mantan-mantan lo!ya gak,bro?"Tambah Dido sambil menepuk
punggung Ryan di selingi tawa.
"Ya"jawab Ryan pelan.
Pandangannya
kembali tertuju pada Chaca yang telah selesai pengambilan nilai. Tanpa sengaja
pandangan Chaca bertemu dengan Ryan yang juga tengah menatapnya. Ryan tersenyum
tipis. Tak ada balasan dari Chaca. Wajah gadis itu justru memerah.
"Eh, Gimana kalau lo pacarin dia! Yaa,cuma buat main-main aja.
Kan bisa nyenengin hatinya juga tuh." Usul Indra, teman lainnya. Kontan
Ryan menoleh ke sampingnya, Indra.
"Ndeh, gila lo! kesianlah kalau gue mainin dia doang." Balas Ryan
sambil menoyor kepala Indra.
"Aa, atau jangan-jangan lo maunya serius lagi? Lo suka ya sama tuh
cewek?" Tebak Indra. Kedua mata Ryan terbelalak mendengarnya.
"Yeh, ngaco lo ah. Mau dikemanain cewek gue." Tolak Ryan atas
ucapan pria berkumis tipis itu.
"Ya, berarti lo berani dong setuju ama usulan gue pacaran ama dia hanya
selama 3 bulan. Buat isengan aja bro, nanti jelasin ke cewek lo. Kalau lo bisa
bertahan selama tiga bulan sama dia, gue bersedia dah jadi babu lo selama
sebulan." Seru Indra menantang. Mendengar nada bicara Indra, akhirnya Ryan
menyetujui usulan gila itu.
“Oke,siapa takut."Jawab Ryan lantang.
***
Beberapa hari ini
Chaca merasa ada yang aneh. Cowok yang ia taksir itu selalu mencari perhatian
dengannya. Tidak seperti biasanya yang jika berpapasan sekalipun tak menyapa
tersenyum pun jarang. Sekarang-sekarang ini justru Ryan sering menyapa Chaca
dan terkadang mengajaknya pulang bareng tapi Chaca selalu menolak.
"Hey,Cha! Lo ada waktu ga malam ini?" Tanya Ryan menghalangi Chaca
yang akan keluar gerbang sekolah.
"A- ada,memang kenapa?"Tanya Chaca.
"Gue mau ajak lo jalan, gue jemput lo jam tujuh malem nanti.
Bye!"Jelas Ryan yang tanpa persetujuan Chaca langsung berlari begitu saja
meniggalkan Chaca. Mungkin sudah bisa menebak apa yang akan Chaca jawab.
"Eh e??gue ga bi..."Ucap Chaca di akhiri hela nafas karena Ryan
sudah pergi entah kemana. "Haduuh,gimana kalau dia dateng nanti malam?!huft."Lirih
Chaca kemudian menghampiri mobil jemputannya yang sudah ada di samping gerbang.
Sedari tadi Chaca tak hentinya
bergerak kesana-kemari karena bingung. Ia takut Ryan akan datang sesaat lagi.
Ia masih belum ngapa-ngapain. Hingga seseorang mengetuk kamarnya dan
membukanya.
"Bunda?kenapa?" Tanya Chaca. Tampak kekhawatiran di wajah manis
Chaca.
"Kamu kenapa sayang?kok kayak lagi bingung gitu?kamu ada
masalah?" Tanya Ririn, ibunda Chaca. Gadis ini menggeleng. Ririn
membimbing Chaca untuk duduk bersma di ujung kasur.
"Umm,kalau Chaca izin buat jalan malam ini...Bunda izinin Chaca
ga?"Tanya Chaca takut-takut. Ririn tersenyum kecil.
"Memang kamu mau jalan ama siapa,sayang? anak bunda udah dewasa ya ternyata." Ucap Bunda Chaca lembut
sambil mengelus pelan rambut cokelat tuanya.
Chaca memang punya keturunan Belanda
dari ayahnya sedangkan Bundanya asli indonesia. Jadi Chaca memiliki rambut
Cokelat tua dengan mata berwarna Biru pantai. Itu menambah kecantikan yang
telah melekat diwajah Chaca.
"Namanya Ryan,Bunda. Chaca takut
bicara tentang ini ke Bunda, nanti Bunda marah ama Chaca." Jelas Chaca
bersandar di bahu ibunya. "Tapi kalau Bunda ga izinin,gapapa
kok."Sambung Chaca langsung.
"Bunda izinin. Tapi ingat, pulanglah sebelum jam 9 malam."Ujar
Ririn tersenyum. Chaca memang jarang di perbolehkan keluar malam, keluar
setelah pulang sekolah pun jarang. Mata Chaca berbinar. Akhirnya ia bisa
melewatkan waktu yang biasa anak remaja lakukan—kencan. Saat itu pula Chaca
memeluk Ibunda tercintanya itu.
"Makasih Bunda"
***
Malam itu Chaca
terlihat amat cantik dan manis dengan dress biru muda selutut yang Ia kenakan,
tanpa kacamata. Bandana ungu menghiasi rambutnya yang bergelombang indah dengan
bebasnya.
Motor Ryan sudah terpampang dengan pemiliknya didepan gerbang rumahnya. Tak
menunggu lama Chaca mengecup punggung tangan Ibunda dan keluar menghampiri
cowok itu.
"Ry..." Panggil Chaca pelan, namun tetap terdengar oleh Ryan. Pria
itu menoleh ke utara, kearah sumber suara gadis yang Ia nanti sejak beberapa
menit lalu.
Kedua matanya tertegun menatap penampilan Chaca malam ini. Sungguh berbeda
dengan Chaca Si Kutu Buku. Yang ada dibenaknya kini Chaca sangat terlihat bagai
Bidadari. Stay Cool. Batin Ryan. Kelopaknya mengerjap untuk beberapa
saat.
"Udah rapi ternyata, kita berangkat!" Ujar Ryan tersenyum. Ia
duduk dijok motornya, disusul Chaca dibelakangnya. "Pegangan ya!"
Lanjutnya melihat Chaca dari kaca spion. Gadis itu hanya tersenyum kecil seraya
mengalungkan kedua lengannya diperut Ryan.
***
"Kita mau ngapain kesini, Ry? Sunyi banget." Tanya Chaca ketika turun dari
motor Ryan.
Mereka berada disisi
sebuah taman. Tidak hanya taman, disana juga terdapat rumah pohon dan danau
kecil yang dipenuhi bunga teratai. Suasana malam yang sunyi dan kelam ditemani
lampu penerangan jalan dibeberapa sudut taman itu.
Ryan tak menjawab
apapun. Ia menggenggam tangan Chaca dan menariknya lembut berjalan masuk
kedalam. Chaca sesekali menoleh kekiri dan kanan, tidak ada orang sama sekali.
Benar-benar sepi.
"Kamu duduk disini dulu, aku segera balik." Ucap Ryan menyuruh
Chaca duduk disebuah bangku kayu. Alis Chaca bertaut. Kamu? Kenapa Ryan
ngomong pake aku-kamu sama gue?
Sesaat kemudian Chaca menyadari
sesuatu. Tidak dilihatnya lagi Ryan didekatnya. Ia berdiri dari duduknya, tapi
Ia teringat dengan ucapan terakhir Ryan. Akhirnya Chaca duduk kembali dibangku
tersebut sambil menghela nafas pendek.
Dua menit. Lima menit.
Sepuluh menit. Lima belas menit telah berlalu. Chaca masih berada ditempatnya
semula. Jemarinya tak henti bergerak diatas lututnya. Hembusan angin sedari
tadi menerpa kulit dan tatanan helai rambutnya.
"Ryan mana sih?Huh! Dingin ternyata disini, tau begini tadi gue bawa
jaket." Gerutu Chaca pada dirinya sendiri sambil mengusap-usap kedua
lengannya.
Tiba-tiba Chaca merasa sesuatu
membalut punggung hingga bahunya. Sontak, Ia menoleh ke belakang. Terdapat
seseorang yang Ia nanti-nanti sejak tadi. "Maaf ya jadi nunggu lama"
Ujarnya lembut kemudian duduk disamping Chaca. Ia melepas jaketnya,
menempelkannya ke badan Chaca.
"Iya, gapapa."
"Cha, aku mau ngomong sesuatu." Ryan menatap manik hawa
dihadapannya ini lekat dan serius.
"Ngomong aja" Balas Chaca masih tidak menyadari Ryan menatap
matanya.
"Cha, lihat aku." Jemari besar Ryan menuntun lembut dagu Chaca
untuk bisa melihat kearahnya. "Aku menyukaimu, Acha." Lanjut Ryan.
Chaca terlihat kaget, lidahnya terasa kelu ketika Pria dihadapannya bicara
demikian.
"Lo bercanda, kan?" Chaca menampilkan mimik curiga.
"Aku serius. Gue suka sama Lo, Cha! Lo mau kan jadi pacar gue?"
"Ta..tapi..Engga mungkin. Pasti Lo lagi ngerjain gue, Ya? Iya
kan?" Ryan mendengus pelan. Tangannya kini berubah jadi menempel pada
kedua lembar pipi Chaca.
"Gue suka sama Lo, Acha Dellin Aurora! Gue serius! Apa gue terlihat
lagi bercanda, Cha?" Ryan tampak gemas dengan perempuan dihadapannya ini.
Chaca menggeleng pelan. "Lo mau jadi pacar gue?" Lanjut Ryan lembut.
Jemari tangan kirinya menyingkap rambut cokelat Chaca kesamping telinganya.
Chaca berpikir keras. Ia tak
pernah menduga Ryan bermaksud untuk menembaknya malam ini. Yang ia pikir Ryan
hanya akan mengajaknya jalan-jalan biasa. Tapi, nyatanya berkata lain. Chaca
memang menanti moment seperti ini sejak dulu.
"Cha...Gimana?" Tanya Ryan, lagi.
"Gue mau" Jawab Chaca singkat.
"Apa?"
"Gue mau jadi pacar Lo" Ulang Chaca. Wajahnya mulai memerah padam.
"Apaan sih? Ga kedengeran! Yang kenceng dong?" Ryan terkekeh kecil
menahan tawanya.
"Ihh, dia mah. Auah! Ga jadi mendingan." Chaca melipat lengannya
diperutnya dan memutar arah jadi memunggungi Ryan. Ngambek.
"Eh eh, jangan dong." Sergah Ryan disusul tawa renyah melihat
pacar barunya itu cemberut.
Entah keberanian dari mana, Ryan memeluk Chaca dari belakang. Meletakkan
dagunya diatas bahu gadisnya itu. Chaca sempat kaget melihat perlakuan Ryan.
Degup jantungnya kembali tidak normal. "Kamu cantik banget malam ini, Liat
keatas deh!" Bisik Ryan tepat ditelinga Chaca. Tanpa menjawab Chaca
menuruti ucapan kekasih barunya itu.
Tiba-tiba kumpulan kunang-kunang menghiasi langit
dan area danau. Ditambah indahnya dengan tembakan kembang api yang kini
menghiasi langit semakin cantik. Chaca menatap kagum.
"Indah, Ry!" Chaca tak lepas pandangannya selain tersenyum
memperhatikan kunang-kunang yang berterbangan. Ryan cuma ikut tersenyum
memandang wajah polos Chaca yang tepat berada disamping wajahnya.
"Hobi kamu apaan?"
"A-aku suka denger musik" Jawab Chaca agak canggung memulai
pembicaraan dengan aku-kamu."Ohh, sama berarti. Lagu kesukaanmu apa?"
"Banyak sih, salah satunya yang paling aku suka Armada...Pemilik
Hatiku."
"Wah, sama lagi. Kita jodoh ya!" Gurau Ryan menoleh dan tersenyum
ke Chaca.
"Yee, pingin banget sama."
***
"Hah? Seriusan? Hoa, gue ikut seneng Cha!" Ujar Anita mendengar
cerita Chaca baru saja. Disana juga ada Kevin, sahabat Chaca dan Anita. Dia
baru-baru ini tidak masuk sekolah karena dirawat di rumah sakit sehingga
mengikuti ujian nasional susulan.
"Ryan temen sekelas kita?" Tanya Kevin. Chaca dan Anita
mengangguk.
Tiba-tiba mimik Kevin
berubah drastis dari sebelumnya. Memang, ada yang Ia ketahui yang tidak Chaca
dan Anita ketahui. Kevin sejak dulu tidak terlalu menyukai Ryan, teman
sekelasnya itu. Yaa, dikarenakan dia siswa yang suka gonta-ganti cewek dan juga
dia terkadang melihat Ryan berkumpul dengan teman-teman se-genknya, disitu Ryan
sedang memegang batang rokok yang hidup.
"Lo yakin ga takut pacaran ama dia?"
"Kok lo nanya gitu, Vin?" Tanya Anita heran.
"Cuma nanya"
***
Berminggu-minggu telah berlalu. Hari kelulusan pun semakin mendekat. Hubungan
Chaca dan Ryan semakin lengket. Bahkan Ryan sudah lupa dengan taruhan bodoh
yang Ia setujui beberapa waktu lalu. Pacar main-main yang telah Ia ciptakan
kini membuatnya tidak rela jika dalam waktu dekat ini hubungannya dengan Chaca
harus berakhir.
Perjanjiannya memang tiga bulan, dan kurang lebih
dua minggu lagi Ryan harus mengakhiri semuanya. Ia akui satu hal. Ia memiliki
rasa yang lebih semenjak menjalin hubungan dengan Chaca.
Sore ini Kevin tengah
di Mantos (Manado Town Square) bersama Mamanya untuk membeli keperluan
dirumahnya. Kevin menunggu dikursi panjang, menunggu Sang Mama kembali dari
toilet. Selama beberapa saat Kevin hanya mengedarkan pandangannya kesekitar.
Penglihatan Kevin
berhenti pada dua sejoli yang sedang bercanda tawa dalam perjalanan mereka.
Menyadari siapa mereka, gemuruh api mulai membara dalam dirinya. Tangannya
mengepal memperhatikan kedua orang itu. Baru akan berdiri dari duduknya, Ia
tersadar dan berpikir. Ia belum bisa, waktunya tidak tepat.
"Lo dalam bahaya ketua basket" Batin Kevin geram.
To be continue...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar