1. Ekshibisionisme
Definisinya
adalah seseorang mendapatkan kepuasan seksual dengan memamerkan bagian
genitalnya sendiri kepada orang asing yang tidak mau melihatnya. Bagi
seorang ekshibisionis, kepuasan berasal dari reaksi orang lain, yang
secara keliru diduga (oleh si penderita) sebagai ekspresi kepuasan
seksual.
Kepuasan
seksual diperoleh penderita saat melihat reaksi terperanjat, takut,
kagum, jijik, atau menjerit dari orang yang melihatnya. Kemudian hal
tersebut digunakan sebagai dasar untuk fantasi masturbasi. Orgasme
dicapai dengan melakukan masturbasi pada saat itu juga atau sesaat
kemudian.
2. Voyeurisme
Ciri
utama voyeurism (di dunia kedokteran dikenal sebagai skopofilia) adalah
adanya dorongan yang tidak terkendali untuk secara diam-diam mengintip
atau melihat wanita yang sedang telanjang, melepas pakaian, atau
melakukan kegiatan seksual.
Penderita
biasanya memperoleh kepuasan seksual dari ‘tontonan’ tersebut. Wanita
yang diintip biasanya tak dia kenal. Mengintip menjadi cara eksklusif
untuk mendapatkan kepuasan seksual. Anehnya, ia sama sekali tidak
menginginkan berhubungan seksual dengan wanita yang diintip. Kepuasan
orgasme biasanya didapat dengan cara masturbasi.
Uniknya,
voyeurism sejati tidak terangsang jika melihat wanita yang tidak
berpakaian di hadapannya. Mereka hanya terangsang jika mengintipnya.
Dengan mengintip mereka mampu mempertahankan keunggulan seksual tanpa
perlu mengalami risiko kegagalan atau penolakan dari pasangan yang
nyata.
3. Frotteurisme
Menggosokkan
badan atau memeluk orang lain yang tidak mau. Hal seperti itu banyak
ditemukan di tempat-tempat di mana kita mau tidak mau berdesak-desakan
satu sama lain, contohnya di kereta atau di bis yang penuh sesak.
4. Pedofilia
Istilah
yang sering sekali kita dengar. Orang dewasa, terutama pria, yang
mencari kontak fisik dan seksual dengan anak-anak prapubertas yang tidak
mau berhubungan dengan mereka.
Sekitar
dua pertiga korban kelainan ini adalah anak-anak berusia 8 – 11 tahun.
Kebanyakan paedofilia menjangkiti pria, namun ada pula kasus wanita
berhubungan seks secara berulang dengan anak-anak. Kebanyakan kaum
paedofil mengenali korbannya, misalnya saudara, tetangga, atau kenalan.
Kaum paedofil dikategorikan dalam tiga golongan yakni di atas 50 tahun,
20-an hingga 30 tahun, dan para remaja. Seremnya lagi, sebagian besar
mereka adalah para heteroseksual dan kebanyakan sudah menjadi ayah.
5. Sadomasokisme
Sadisme
seksual dan masokisme. Sadisme – mengambil nama dari Marquis de Sade
(1740-1814) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kenikmatan
atau rangsangan seksual yang diperoleh dengan menimbulkan nyeri atau
menyiksa pasangannya. Semakin sakit, semakin terangsang.
Masokisme
– nama pengarang terkenal lain tentang eksploitasi seksual, Leopold von
Sacher-Masoch (1836-1895) menggambarkan keinginan untuk mendapatkan
nyeri dan kenikmatan seksual dari siksaan atau hinaan (secara fisik atau
verbal).
Penderita
sadistik mendapatkan kepuasan seksual dari menimbulkan rasa sakit
dan/atau hinaan, sedangkan masokistik mendapatkan kepuasan seksual dari
menerima rasa sakit dan/atau hinaan. Aktivitas seksual sadomasokistik
ditandai oleh teknik yang melibatkan dominasi dan penyerahan ekstrim dan
dengan memberi dan menerima siksaan. Sebagian besar penderita adalah
wanita. Disebut sadomasokistik karena pelakunya memiliki sisi sadistik
dan masokistik dari kepribadian mereka. Tetapi, walaupun banyak yang
bertukar peran, masokistik lebih banyak dari sadistik.
6. Fetishisme
Fetishisme
adalah ketergantungan pada suatu bagian tubuh atau suatu benda (yang
dinamakan fetish) untuk mendapatkan rangsangan dan kepuasan seksual.
Penderitanya menjadi terangsang dengan bagian tubuh (misalnya bokong)
atau suatu benda (biasanya pakaian dalam) yang bagi sebagian besar orang
hanya merupakan stimuli. Benda itu mungkin dapat menjadi dasar fantasi
atau membantu percintaan tetapi bukan menjadi pengganti aktivitas
seksual yang lebih konvensional. Secara umum fetishist adalah orang yang
tidak mampu menikmati seks tanpa adanya sebuah fetish. Fetish mungkin
bagian tubuh (seperti bokong, misalnya), benda mati (seperti sepasang
sepatu), atau bahan (seperti karet). Pada kasus ekstrim, objek fetish
menjadi pengganti pasangan manusia yang nyata.
7. Skatologia telepon
Bisa diartikan sebagai melakukan hubungan telepon yang cabul dengan orang lain yang tidak menginginkannya.
8. Transvestisme
Transvestisme
juga dikenal sebagai berpakaian lawan jenis (cross-dressing). Bagi
sebagian pria, transvestisme merupakan suatu aktivitas seksual di mana
kepuasan emosional dan fisik diperoleh dari menggunakan pakaian wanita.
Salah besar jika menganggap transvestisme adalah homoseksual. Sebagian
besar adalah heteroseksual dengan kehidupan seks yang cukup konvensional
dan banyak yang menikah serta memiliki anak.
Pola
pakaian lawan jenis cukup bervariasi. Sebagian transvestist menolak
pakaian pria sama sekali dan menggunakan pakaian wanita sepanjang waktu.
Sebagian lagi hanya menggunakan pakaian wanita kadang-kadang saja atau
sering kali, sedangkan yang lain hanya memilih satu jenis pakaian saja.
Sebagian penderita transvestisme memiliki kepribadian ganda –satu pria
dan satu wanita– dan berpakaian lawan jenis untuk mengekspresikan
kepribadian wanitanya sementara pada dasarnya adalah maskulin.
Biasanya
kelainan ini bermula sejak anak-anak atau remaja. Seperangkat pakaian
yang disukai dapat menjadi benda yang merangsang nafsu seksualnya.
Awalnya dipakai pada saat masturbasi, kemudian saat persetubuhan. Yang
dikenakan mula-mula hanya terbatas cross-dressing parsial (hanya
mengenakan BH dan celana dalam), lama-kelamaan mengenakan pakaian wanita
lengkap, cross-dressing total. Yang terakhir dilakukan ketika si
penderita mulai merasa mampu berdikari, sekitar masa remaja sampai
dewasa muda. Frekuensi kejadiannya makin lama makin meningkat dan
akhirnya menjadi kebiasaan.
Seiring
dengan bertambahnya usia, kecenderungan untuk mendapatkan kepuasan
seksual melalui cara ini dapat berkurang atau bahkan hilang. Walaupun
ada kalanya sejumlah kecil transvestit muncul pada usia lebih lanjut,
yang menghendaki mengenakan pakaian wanita dan hidup sebagai wanita
secara tetap.
Dalam
kasus terakhir ini transvestisme berubah menjadi transeksualisme;
penderita ingin berganti kelamin, menjadi seperti lawan jenis, dan tidak
lagi mendapat kepuasan seksual hanya dengan cross-dressing.
9. Satiriasis
Juga
dikenal sebagai Don Juanisme atau adiksi seksual. Kondisi ini adalah
ekuivalen pria dari nimfomania, suatu gangguan psikologis di mana pria
didominasi oleh keinginan yang tidak henti-hentinya untuk melakukan
hubungan seksual dengan banyak pasangan yang berbeda. Kadang-kadang
diduga disebabkan oleh narsikisme yang kuat dan perasaan perlunya
kontrol dari perasaan inferior melalui keberhasilan seksual. Jenis
penyimpangan ini sangat berisiko untuk tertular penyakit kelamin dan
HIV/AIDS.
10. Perilaku seksual kompulsif
Adalah
pengulangan tindakan erotik tanpa kenikmatan. Kompulsi seksual ini bisa
berupa telepon seks yang tanpa akhir, one-night stand (affair singkat),
atau masturbasi beberapa kali dalam sehari, penderitanya seringkali
mengaku merasa “tidak terkendali” sebelum aktivitas dan merasa bersalah
atau malu setelahnya. Apapun kepuasan seksual yang didapatnya, tindakan
tersebut adalah dangkal dan hambar.
Pencarian
kepuasan seksual yang mereka lakukan bersifat kompulsif, kadang-kadang
ritualistik. Mereka merasa tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri
selama pencarian, dan setelahnya merasa putus asa, malu, dan membenci
diri sendiri. Tetapi satu-satunya cara untuk dapat lolos dari perasaan
negatif itu adalah melalui pengulangan pencarian kepuasan seksual yang
untuk sementara mematikan atau menumpulkan perasaan malu. Dengan
demikian tercipta lingkaran setan yang tidak ada hentinya.
11. Incest
Hubungan
seksual antara kerabat dekat di mana perkawinan di antara mereka
ditentang oleh hukum. Incest merupakan tabu sosial yang besar, bahkan
bisa merusak keturunan.
sumber: psikolog
sumber: psikolog
Tidak ada komentar:
Posting Komentar