Kamis, 15 November 2012

Only You (Part 1 of 2)


       Chaca berjalan dengan beberapa buku di pelukannya melewati koridor sekolah. Wajah manisnya masih tampak cerah mengawali pagi indah ini. Suasana SMAN 1 Manado masih nampak sepi. Mungkin karena waktu masih menunjukan pukul enam pagi.

        Gadis yang baru saja beranjak 16 tanggal 8 Agustus lalu memasuki kelasnya. Kosong. Tanpa ragu ia meletakkan tumpukan buku di tangannya keatas meja juga melepas tasnya. Chaca agak merenggangkan kedua tangannya, pegal. Sambil menunggu siswa-siswi lain datang, terutama sahabatnya -Anita- Chaca mengeluarkan buku biologi dan membacanya.

       Pukul setengah tujuh beberapa siswa sudah mulai berkumpul di dalam kelas. Pandangan Chaca tiba-tiba saja tertegun pada seseorang. Seseorang yang sangat ia sukai sejak duduk di kelas 1. Ryan. Tepatnya Furyansyah Pratama. Cowok yang sangat di sukai oleh Chaca dan Cowok yang bergelar sebagai ketua basket di tim basket sekolah ini. Tak heran tak hanya Chaca yang mengaguminya.

      Pandangan mereka sempat bertemu untuk beberapa detik sebelum setelah Ryan mengalihkan pandangannya pada teman-temannya. Dalam hati Chaca sungguh bersyukur saat beberapa bulan lalu tau bahwa ia sekelas dengan Ryan. Namun Chaca tidak terlalu berharap, ia sadar siapa dirinya. Hanya wanita yang feminim dan eksis di sekolah yang bisa jadi kekasih dari seorang ketua basket. Sedangkan Chaca? Ia justru hanya gadis cantk yang kurang bergaul dilingkungan sekolahnya l.

"Woy! Liatin siapa lo?" Sambar Anita yang tiba-tiba langsung duduk di samping Chaca. Ia menggeleng tersenyum. "Aa, gue tau. Si ketua basket itu kan?" Tebak Anita seperti bisa membaca pikiran Chaca. Kontan Chaca berdesis meminta Anita untuk mengecilkan volume suaranya.

          Bel masuk berbunyi. Jam pertama pelajaran Sejarah dan di lanjut pelajaran Olah Raga. Chaca termasuk siswi yang tidak suka pelajaran ini. Pernah beberapa kali asma Chaca kambuh saat sedang berlari mengitari lapangan. Oleh karena itu Pak Dedi (guru olah raga) memberi kemudahan jika ada olah raga berat yang akan di lakukan pada Chaca.
"Sekarang kita pengambilan nilai mendribble dan menggiring bola basket" Ujar Pak Dedi yang berdiri di hadapan para murid 12-8.

         Satu-persatu nama murid di panggil. Ryan dan teman se-Gengnya sudah maju di awal tadi. Sekarang giliran siswi yang pengambilan Nilai. Para siswa yang telah mengambil nilai hanya duduk menonton.
"Acha Dellin Aurora" Seru Pak Dedi. Kontan Chaca bangkit dan berjalan menghampiri Pak Dedi yang berdiri di dekat ring basket. Pak Dedi memberikan bola basket pada Chaca.

       Dari sisi lain. Ternyata Ryan memperhatikan Chaca yang sedang mendribble bola seraya menggiringnya. Ryan menoleh ke belakang saat merasakan bahunya di sentuh seseorang.
"Heh,lo tau?tuh cewek kan naksir bro ama lo." Ujar Dido, teman Ryan. Ia agak kaget mendengar ucapan temannya itu.

"Masa sih?Tapi kayaknya dia biasa aja deh ke gue, ga kayak cewek-cewek lain." Ucap Ryan. Terpancar mimik penasaran di wajah tampannya.

"Nih ye, waktu itu gua lagi di kafe dan liat dia sama si anita. Nah si Chaca itu bilang kalau dia suka ama lo." Jelas Dido. Ryan terdiam."Ah,tapi ga mungkinlah ya lo suka ama tipe cewek kayak Chaca?jauh banget bro ama mantan-mantan lo!ya gak,bro?"Tambah Dido sambil menepuk punggung Ryan di selingi tawa.

"Ya"jawab Ryan pelan.

           Pandangannya kembali tertuju pada Chaca yang telah selesai pengambilan nilai. Tanpa sengaja pandangan Chaca bertemu dengan Ryan yang juga tengah menatapnya. Ryan tersenyum tipis. Tak ada balasan dari Chaca. Wajah gadis itu justru memerah.
 "Eh, Gimana kalau lo pacarin dia! Yaa,cuma buat main-main aja. Kan bisa nyenengin hatinya juga tuh." Usul Indra, teman lainnya. Kontan Ryan menoleh ke sampingnya, Indra.

"Ndeh, gila lo! kesianlah kalau gue mainin dia doang." Balas Ryan sambil menoyor kepala Indra.

"Aa, atau jangan-jangan lo maunya serius lagi? Lo suka ya sama tuh cewek?" Tebak Indra. Kedua mata Ryan terbelalak mendengarnya.

"Yeh, ngaco lo ah. Mau dikemanain cewek gue." Tolak Ryan atas ucapan pria berkumis tipis itu.

"Ya, berarti lo berani dong setuju ama usulan gue pacaran ama dia hanya selama 3 bulan. Buat isengan aja bro, nanti jelasin ke cewek lo. Kalau lo bisa bertahan selama tiga bulan sama dia, gue bersedia dah jadi babu lo selama sebulan." Seru Indra menantang. Mendengar nada bicara Indra, akhirnya Ryan menyetujui usulan gila itu.

 “Oke,siapa takut."Jawab Ryan lantang.

***
          Beberapa hari ini Chaca merasa ada yang aneh. Cowok yang ia taksir itu selalu mencari perhatian dengannya. Tidak seperti biasanya yang jika berpapasan sekalipun tak menyapa tersenyum pun jarang. Sekarang-sekarang ini justru Ryan sering menyapa Chaca dan terkadang mengajaknya pulang bareng tapi Chaca selalu menolak.
"Hey,Cha! Lo ada waktu ga malam ini?" Tanya Ryan menghalangi Chaca yang akan keluar gerbang sekolah.

"A- ada,memang kenapa?"Tanya Chaca.

"Gue mau ajak lo jalan, gue jemput lo jam tujuh malem nanti. Bye!"Jelas Ryan yang tanpa persetujuan Chaca langsung berlari begitu saja meniggalkan Chaca. Mungkin sudah bisa menebak apa yang akan Chaca jawab.

"Eh e??gue ga bi..."Ucap Chaca di akhiri hela nafas karena Ryan sudah pergi entah kemana. "Haduuh,gimana kalau dia dateng nanti malam?!huft."Lirih Chaca kemudian menghampiri mobil jemputannya yang sudah ada di samping gerbang.

        Sedari tadi Chaca tak hentinya bergerak kesana-kemari karena bingung. Ia takut Ryan akan datang sesaat lagi. Ia masih belum ngapa-ngapain. Hingga seseorang mengetuk kamarnya dan membukanya.

"Bunda?kenapa?" Tanya Chaca. Tampak kekhawatiran di wajah manis Chaca.

 "Kamu kenapa sayang?kok kayak lagi bingung gitu?kamu ada masalah?" Tanya Ririn, ibunda Chaca. Gadis ini menggeleng. Ririn membimbing Chaca untuk duduk bersma di ujung kasur.

"Umm,kalau Chaca izin buat jalan malam ini...Bunda izinin Chaca ga?"Tanya Chaca takut-takut. Ririn tersenyum kecil.

"Memang kamu mau jalan ama siapa,sayang? anak bunda udah dewasa ya ternyata." Ucap Bunda Chaca lembut sambil mengelus pelan rambut cokelat tuanya.

       Chaca memang punya keturunan Belanda dari ayahnya sedangkan Bundanya asli indonesia. Jadi Chaca memiliki rambut Cokelat tua dengan mata berwarna Biru pantai. Itu menambah kecantikan yang telah melekat diwajah Chaca. 
"Namanya Ryan,Bunda. Chaca takut bicara tentang ini ke Bunda, nanti Bunda marah ama Chaca." Jelas Chaca bersandar di bahu ibunya. "Tapi kalau Bunda ga izinin,gapapa kok."Sambung Chaca langsung.

"Bunda izinin. Tapi ingat, pulanglah sebelum jam 9 malam."Ujar Ririn tersenyum. Chaca memang jarang di perbolehkan keluar malam, keluar setelah pulang sekolah pun jarang. Mata Chaca berbinar. Akhirnya ia bisa melewatkan waktu yang biasa anak remaja lakukan—kencan. Saat itu pula Chaca memeluk Ibunda tercintanya itu.

"Makasih Bunda"

***
           Malam itu Chaca terlihat amat cantik dan manis dengan dress biru muda selutut yang Ia kenakan, tanpa kacamata. Bandana ungu menghiasi rambutnya yang bergelombang indah dengan bebasnya.
Motor Ryan sudah terpampang dengan pemiliknya didepan gerbang rumahnya. Tak menunggu lama Chaca mengecup punggung tangan Ibunda dan keluar menghampiri cowok itu.

"Ry..." Panggil Chaca pelan, namun tetap terdengar oleh Ryan. Pria itu menoleh ke utara, kearah sumber suara gadis yang Ia nanti sejak beberapa menit lalu.

            Kedua matanya tertegun menatap penampilan Chaca malam ini. Sungguh berbeda dengan Chaca Si Kutu Buku. Yang ada dibenaknya kini Chaca sangat terlihat bagai Bidadari. Stay Cool. Batin Ryan. Kelopaknya mengerjap untuk beberapa saat.

"Udah rapi ternyata, kita berangkat!" Ujar Ryan tersenyum. Ia duduk dijok motornya, disusul Chaca dibelakangnya. "Pegangan ya!" Lanjutnya melihat Chaca dari kaca spion. Gadis itu hanya tersenyum kecil seraya mengalungkan kedua lengannya diperut Ryan.

***

"Kita mau ngapain kesini, Ry? Sunyi banget." Tanya Chaca ketika turun dari motor Ryan.

          Mereka berada disisi sebuah taman. Tidak hanya taman, disana juga terdapat rumah pohon dan danau kecil yang dipenuhi bunga teratai. Suasana malam yang sunyi dan kelam ditemani lampu penerangan jalan dibeberapa sudut taman itu.

          Ryan tak menjawab apapun. Ia menggenggam tangan Chaca dan menariknya lembut berjalan masuk kedalam. Chaca sesekali menoleh kekiri dan kanan, tidak ada orang sama sekali. Benar-benar sepi.
"Kamu duduk disini dulu, aku segera balik." Ucap Ryan menyuruh Chaca duduk disebuah bangku kayu. Alis Chaca bertaut. Kamu? Kenapa Ryan ngomong pake aku-kamu sama gue?

         Sesaat kemudian Chaca menyadari sesuatu. Tidak dilihatnya lagi Ryan didekatnya. Ia berdiri dari duduknya, tapi Ia teringat dengan ucapan terakhir Ryan. Akhirnya Chaca duduk kembali dibangku tersebut sambil menghela nafas pendek.

         Dua menit. Lima menit. Sepuluh menit. Lima belas menit telah berlalu. Chaca masih berada ditempatnya semula. Jemarinya tak henti bergerak diatas lututnya. Hembusan angin sedari tadi menerpa kulit dan tatanan helai rambutnya.

"Ryan mana sih?Huh! Dingin ternyata disini, tau begini tadi gue bawa jaket." Gerutu Chaca pada dirinya sendiri sambil mengusap-usap kedua lengannya.

        Tiba-tiba Chaca merasa sesuatu membalut punggung hingga bahunya. Sontak, Ia menoleh ke belakang. Terdapat seseorang yang Ia nanti-nanti sejak tadi. "Maaf ya jadi nunggu lama" Ujarnya lembut kemudian duduk disamping Chaca. Ia melepas jaketnya, menempelkannya ke badan Chaca.
"Iya, gapapa."

"Cha, aku mau ngomong sesuatu." Ryan menatap manik hawa dihadapannya ini lekat dan serius.

"Ngomong aja" Balas Chaca masih tidak menyadari Ryan menatap matanya.

"Cha, lihat aku." Jemari besar Ryan menuntun lembut dagu Chaca untuk bisa melihat kearahnya. "Aku menyukaimu, Acha." Lanjut Ryan. Chaca terlihat kaget, lidahnya terasa kelu ketika Pria dihadapannya bicara demikian.

"Lo bercanda, kan?" Chaca menampilkan mimik curiga.

"Aku serius. Gue suka sama Lo, Cha! Lo mau kan jadi pacar gue?"

"Ta..tapi..Engga mungkin. Pasti Lo lagi ngerjain gue, Ya? Iya kan?" Ryan mendengus pelan. Tangannya kini berubah jadi menempel pada kedua lembar pipi Chaca.

"Gue suka sama Lo, Acha Dellin Aurora! Gue serius! Apa gue terlihat lagi bercanda, Cha?" Ryan tampak gemas dengan perempuan dihadapannya ini. Chaca menggeleng pelan. "Lo mau jadi pacar gue?" Lanjut Ryan lembut. Jemari tangan kirinya menyingkap rambut cokelat Chaca kesamping telinganya.

        Chaca berpikir keras. Ia tak pernah menduga Ryan bermaksud untuk menembaknya malam ini. Yang ia pikir Ryan hanya akan mengajaknya jalan-jalan biasa. Tapi, nyatanya berkata lain. Chaca memang menanti moment seperti ini sejak dulu.
"Cha...Gimana?" Tanya Ryan, lagi.

"Gue mau" Jawab Chaca singkat.

"Apa?"

"Gue mau jadi pacar Lo" Ulang Chaca. Wajahnya mulai memerah padam.

"Apaan sih? Ga kedengeran! Yang kenceng dong?" Ryan terkekeh kecil menahan tawanya.

"Ihh, dia mah. Auah! Ga jadi mendingan." Chaca melipat lengannya diperutnya dan memutar arah jadi memunggungi Ryan. Ngambek.

"Eh eh, jangan dong." Sergah Ryan disusul tawa renyah melihat pacar barunya itu cemberut.

             Entah keberanian dari mana, Ryan memeluk Chaca dari belakang. Meletakkan dagunya diatas bahu gadisnya itu. Chaca sempat kaget melihat perlakuan Ryan. Degup jantungnya kembali tidak normal. "Kamu cantik banget malam ini, Liat keatas deh!" Bisik Ryan tepat ditelinga Chaca. Tanpa menjawab Chaca menuruti ucapan kekasih barunya itu.

Tiba-tiba kumpulan kunang-kunang menghiasi langit dan area danau. Ditambah indahnya dengan tembakan kembang api yang kini menghiasi langit semakin cantik. Chaca menatap kagum.
"Indah, Ry!" Chaca tak lepas pandangannya selain tersenyum memperhatikan kunang-kunang yang berterbangan. Ryan cuma ikut tersenyum memandang wajah polos Chaca yang tepat berada disamping wajahnya.
"Hobi kamu apaan?"
"A-aku suka denger musik" Jawab Chaca agak canggung memulai pembicaraan dengan aku-kamu."Ohh, sama berarti. Lagu kesukaanmu apa?"
"Banyak sih, salah satunya yang paling aku suka Armada...Pemilik Hatiku."
"Wah, sama lagi. Kita jodoh ya!" Gurau Ryan menoleh dan tersenyum ke Chaca.
"Yee, pingin banget sama."

 ***

"Hah? Seriusan? Hoa, gue ikut seneng Cha!" Ujar Anita mendengar cerita Chaca baru saja. Disana juga ada Kevin, sahabat Chaca dan Anita. Dia baru-baru ini tidak masuk sekolah karena dirawat di rumah sakit sehingga mengikuti ujian nasional susulan.
"Ryan temen sekelas kita?" Tanya Kevin. Chaca dan Anita mengangguk.

          Tiba-tiba mimik Kevin berubah drastis dari sebelumnya. Memang, ada yang Ia ketahui yang tidak Chaca dan Anita ketahui. Kevin sejak dulu tidak terlalu menyukai Ryan, teman sekelasnya itu. Yaa, dikarenakan dia siswa yang suka gonta-ganti cewek dan juga dia terkadang melihat Ryan berkumpul dengan teman-teman se-genknya, disitu Ryan sedang memegang batang rokok yang hidup.
"Lo yakin ga takut pacaran ama dia?"

"Kok lo nanya gitu, Vin?" Tanya Anita heran.

"Cuma nanya"

***
            Berminggu-minggu telah berlalu. Hari kelulusan pun semakin mendekat. Hubungan Chaca dan Ryan semakin lengket. Bahkan Ryan sudah lupa dengan taruhan bodoh yang Ia setujui beberapa waktu lalu. Pacar main-main yang telah Ia ciptakan kini membuatnya tidak rela jika dalam waktu dekat ini hubungannya dengan Chaca harus berakhir.

Perjanjiannya memang tiga bulan, dan kurang lebih dua minggu lagi Ryan harus mengakhiri semuanya. Ia akui satu hal. Ia memiliki rasa yang lebih semenjak menjalin hubungan dengan Chaca.

          Sore ini Kevin tengah di Mantos (Manado Town Square) bersama Mamanya untuk membeli keperluan dirumahnya. Kevin menunggu dikursi panjang, menunggu Sang Mama kembali dari toilet. Selama beberapa saat Kevin hanya mengedarkan pandangannya kesekitar.

          Penglihatan Kevin berhenti pada dua sejoli yang sedang bercanda tawa dalam perjalanan mereka. Menyadari siapa mereka, gemuruh api mulai membara dalam dirinya. Tangannya mengepal memperhatikan kedua orang itu. Baru akan berdiri dari duduknya, Ia tersadar dan berpikir. Ia belum bisa, waktunya tidak tepat.

"Lo dalam bahaya ketua basket" Batin Kevin geram.

To be continue...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar